Saturday, April 21, 2012

kebudayaan terhadap AKB

(Dibuat untuk memenuhi tugas Antropologi Kesehatan) OLEH : KELOMPOK 1 1. ABU ZAR 2. AYU PUNARSIH 3. FITRI AMALIA 4. NURMALITA SANI 5. SHELLA MHONICA KESEHATAN MASYARAKAT 2A FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA 2009 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG LAPORAN awal (preliminary report) Survei DemografiKesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan angka kematian ibu (AKI) saat melahirkan adalah 248 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 34 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya, angka-angka tersebut menunjukkan adanya perbaikan. Namun, bila dilakukan perbandingan kondisi antardaerah, terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara daerah maju dan terpencil, serta antara daerah perdesaan dan perkotaan. Untuk AKB, misalnya, di Sulawesi Barat mencapai 74 (per 1.000 kelahiran hidup), di Nusa Tenggara Barat (NTB) 72, dan Sulawesi Tengah 60. Angka-angka tersebut empat kali lipat lebih tinggi daripada AKB di daerah Yogyakarta yang AKB-nya19. Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang sangat penting utuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan kesehatan masyarakat. Faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian bayi antara lain adalah tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Naiknya angka kematian bayi dalam beberapa waktu teakhir ini memberikan gambaran bagi kita adanya penurunan kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. B. RUMUSAN MASALAH 1.Unsur-unsur dalam faktor kebudayaan apa saja yang mempengaruhi kenaikan AKB? 2.Unsur kebudayaan manakah yang paling berpengaruh sesuai dengan realita kasus yang ada? 3.Apakah program dari Depkes menggunakan pendekatan kebudayaan dalam mengubah perilaku? 4.Bagaimana solusi yang tepat dalam mengatasi kenaikan AKB? C. TUJUAN 1.Untuk mengetahui unsure-unsur dari faktor kebudayaan yang mempengaruhi kenaikan AKB 2.Untuk mengetahui unsure-unsur kebudayaan yang paling berpengaruh sesuai dengan realita yang ada 3.Untuk mengetahui efektifitas program yang dilakukan Depkes dalam mengubah perilaku sehingga dapat menurunkan AKB 4.Untuk mengetahui solusi yang tepat dalam mengatasi AKB D. DESKRIPSI KASUS Persalinan bukan hanya menjadi tanggung jawab ibu saja tetapi masyarakat juga ikut bertanggung jawab.... Salah satu indikator yang sangat penting untuk menilai seberapa jauh keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu daerah yaitu dengan melihat indikator angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), disamping indikator kejadian penyakit maupun umur harapan hidup. Oleh karena itu apapun program pembangunan kesehatan yang dilakukan seharusnya memberikan dampak lebih jauh terhadap ketiga indikator tersebut. Melihat lebih jauh perbandingan AKI di beberapa negara ASEAN. BPS menyebutkan bahwa pada tahun 2005 secara nasional angka kematian ibu adalah 262 per 100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan jumlah kelahiran hidup sebanyak 5 juta, ini berarti bahwa setiap jam ada 1 ibu yang meninggal karena proses kelahiran dan persalinan. Angka ini tentunya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya seperti Thailand (129/100.000), Malaysia (30/100.000) dan Singapura (6/100.000). Angka kematian bayi (AKB) menurut SDKI tahun 2002/2003 sebanyak 35 per 1.000 kelahiran hidup yang berarti bahwa setiap jam ada 18 bayi yang meninggal. Angka ini sebenarnya sangat memprihatinkan, sehingga setiap daerah di Indonesia semestinya memberikan kontribusi dan akselerasi program dalam rangka menurunkan AKI dan AKB secara nasional. Desentralisasi bidang kesehatan memberikan kesempatan kepada setiap daerah untuk mengembangkan programprogram kesehatan yang berdampak pada penurunan AKI dan AKB tersebut. Oleh karenanya Departemen Kesehatan menetapkan target penurunan AKI dan AKB dalam rangka pencapaian Indonesia Sehat 2010 yaitu AKI (125 per 100.000 kelahiran hidup) dan AKB (26 per 1.000 kelahiran hidup). Berikut ini ditampilkan pencapaian AKI dan AKB Kota Bontang beserta beberapa indikator yang berhubungan dengan upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak dari tahun2005 s/d 2007. BAB II PEMBAHASAN A. Unsur-unsur dalam faktor kebudayaan yang mempengaruhi kenaikan AKB Kenaikan angka kematian bayi disebabkan oleh berbagai factor. Salah satunya factor kebudayaan, dimana factor kebudayaan ini sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang,. Dalam factor kebudayaan terdapat tujuh unsure, diantaranya : Ekonomi, Kepercayaan, Ilmu Pengetahuan, Tekhnologi, Organisasi sosial, Seni dan Bahasa. Namun ada salah satu unsure di atas yang tidak ada hubungannya dengan kasus AKB, yaitu unsure seni. 1. Unsur Ekonomi Di samping itu, penduduk Indonesia juga dililit oleh permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan dan masalah-masalah sosial yang lain. Jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan yang tinggi, dan persebaran yang timpang dan tingginya angka kemiskinan yang semua ini merupakan beban pembangunan. Kemiskinan tidak memandang jenis kelamin dan kelompok umur. Kecepatan perubahan yang ditimbulkan oleh derasnya arus globalisasi politik, ekonomi dan informasi yang tidak seimbang dengan kesiapan masyarakat berdampak pada makin berkembang dan meluasnya bobot, jumlah dan kompleksitas berbagai permasalahan kesejahteraan rakyat. AKB bukan hanya permasalahan rakyat namun menjadi permasalahan bersama antara pemerintah dan masyarakatnya. Karena dengan meningkatnya AKB maka keberadaan generasi penerus Indonesia ini menjadi terancam. Keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang rendah akan mempengaruhi perilaku tiap masyarakat dalam menyelasaikan setiap permasalahan yang timbul. Seorang ibu yang tergolong berekonomi menengah ke bawah maka akan memiliki kecenderungan untuk melahirkan di tempat bersalin yang belum diakui oleh pemerintah dan memiliki tarif yang lebih murah dibandingkan dengan melahirkan di rumah sakit, namun peralatan yang digunakan lebih sederhana dan tidak steril. Hal tersebut meningkatkan angka kematian bayi yang baru saja dilahirkan. 2. Unsur Kepercayaan Faktor kepercayaan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi AKB. Karena masyarakat Indonesia masih mempercayai hal-hal mistis yang sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Salah satunya kepercayaan mengenai dukun beranak, jika mereka tidak melahirkan anak mereka di dukun beranak, maka akan terjadi sesuatu terhadap diri mereka dan juga bayi mereka. Hal inilah salah satu hal yang menyebabkan banyaknya angka kematian bayi di Indonesia. Karena ternyata tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang tidak berpengaruh bila seseorang itu telah memiliki sebuah kepercayaan yang kuat mengenai ritual-ritual khusus dan lain sebagainya. 3. Unsur Ilmu Pengetahuan Tingginya AKB erat kaitannya dengan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi dan pemeriksaan selama kehamilan. Hal ini tercermin dari masih rendahnya pertolongan persalinan yang dibantu tenaga kesehatan (46%). Meskipun pelayanan bidan sudah mencakup seluruh desa, persalinan yang ditolong oleh bidan masih rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor usia bidan yang relatif muda, komunikasi dengan masyarakat belum lancar, serta keterbatasan dalam kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi sosial budaya setempat ikut mempengaruhi pemanfaatan pelayanan bidan. Dibalik proses kematian bayi maupun ibu waktu melahirkan, sesungguhnya keterlambatan dalam mengambil keputusan, keterlambatan pergi ke tempat pelayanan, dan terlambat mendapat pelayanan adalah penyebab yang sangat kompleks, yang kesemuanya tidak terjadi apabila jika wawasan yang dimiliki oleh sang ibu maupun bidan bersalin luas. 4. Unsur Tekhnologi Unsur tekhnologi erat kaitannya dengan unsure ekonomi dan ilmu pengetahuan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa semakin rendah tingkat ekonomi maka mempengaruhi dimana tempat ibu bersalin. Selain itu, peningkatan angka kematian bayi disebabkan oleh kurangnya masyarakat memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan. Tempat bersalin yang tidak layak dan belum diakui cenderung menggunakan peralatan persalinan yang tidak sesuia dengan prosedur yang ada sehingga berakibat fatal bagi sang ibu maupun si bayi itu sendiri. 5. Unsur Organisasi Sosial Kedudukan organisasi social seperti LSM dan lembaga social lainnya sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai informasi penting yang berkaitan dengan gizi ibu hamil.maupun asupan gizi yang seimbang bagi bayi maupun balita. Salah satu program Depkes, seperti desa siaga harus melibatkan lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD). Masyarakat harus mendapat penyuluhan mengenai peran penting pelayanan kesehatan bagi ibu hamil. 6. Unsur Bahasa Dalam unsure bahasa erat kaitannya denga komunikasi. Komunikasi yang dimaksud disini kaitannya dengan kasus AKB yakni komunikasi antara pemerintah dengan lembaga-lembaga social, maupun dengan masyarakat. Komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat, maupun antara pemerintah dengan lembaga social akan memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan AKB B. Unsur dari Faktor Kebudayaan yang Paling Berpengaruh dalam Mengubah Perilaku Dilihat dari banyaknya peningkatan AKB Yang terjadi selama ini sesuai dangan kutipan berikut "Angka kematian ibu melahirkan dan Balita di Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara di kawasan ASEAN, akibat faktor `empat terlalu dan tiga terlambat`," ujar Hayono Suyono yang juga mantan Kepala BKKBN dan Menko Kesra pada era pemerintahan orde baru.menunjukan bahwa Indonesia meraih tingkat tertinggi dalam AKB.dibandingkan Negara-negara ASEAN. Hal ini bisa disebabkan oleh factor gizi ibu hamil atau kurangnya masyarakat yang memanfaat sarana pelayanan kesehatan. Disamping itu adanya factor diluar non kesehatan yang berpengaruh besar. Antara lain adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga daya beli masyarakat menurun. Banyaknya factor kebudayaan yang terlibat dalam peningkatan angka kematian bayi dilihat dari nilai antropologi yakni,kepercayaan,ilmu pengetahuan,teknologi,ekonomi,organisasi social,bahasa,dan seni. Namun unsur yang dominan dalam factor kebudayaannya adalah: 1. Kepercayaan Melihat semakin berkembangnya dalam berpikir secara logika tidak mempengaruhi seseorang untuk tetap percaya dan menganut pada hal-hal yang mistik,padahal telah adanya kepercayaan yang ada saat sekarang ini. Anggapan masyarakat pada kebanyakan masyarakat yang ada di daerah yang terpencil mengenai kematian bayi ynag meningkat diakibatkan karena factor diguna-guna. Mereka mengangap bahwa kematian bayi yang terjadi akibat ada orang yang syirik,sehinga mengakibatkan kematian bayi. 2. Ekonomi Kebanyakan masyarakat yang mengalami tingkat kematian bayi,bnayak terjadi pada masyarakat menengah kebawah. Ekonomi merupakan hal yang paling utama dalam menangani AKB,kurangnya perekonomian suatu warga mengakibatkan mareka memilih untuk melahirkan dengan paraji (dukun bayi)daripada harus membawa ke puskesmas sekurang-kurangnya. Mereka beranggapan bahwa pergi ke tempat pelayanaan kesehatan seperti rumah sakit.puskesmas,atau poliklinik dianggap mengeluarkan banyak biaya,sehingga mereka harus pergi ke dukun bayi yang tiadk memerlukan biaya yang banyak. Anggapan seperti itu yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarkat pada umumnya. 3. Ilmu pengetahuan Dalam kasus AKB yang semakin meningkat akhir-akhr ini,bisa diakibatkan oleh adanya kurangnya pengatahuan yang dimiliki oleh masyarakat mengenai penanganan kasus ini untuk kedua atau keberlanjutan. Mereka hany tau bagaimana cara dilahirkannya saja,tidak mengetahui bagaimana cara ynag benar dalam menangani kasus ini. Pengetahuan masyarakat tenteng AKB kurang,terbukti masih banyaknya AKB pada tahun 2009. Masyarakat kurang mengetahui apa hal terpenting dari sebuah persalinan,kebanyakan masyarakat hanya melihat dapat berhasilkah sebuah persalinnan bukan melihat dari segi keselamatan ibu dan anak. 4. Teknologi Meningkatnya teknologi yang ada saat ini tidak mempengaruhi wawasan masyarakat akan adaya perubahan untuk percaya dan pergi ke tenaga pelayanan kesehatan. Namun hal itu juga tidak memungkirai bahwa teknologi yang ada belum dapat memadai di setiap rumah kesehatan. C. Program Depkes dalam Mengatasi Kenaikan AKB Departemen Kesehatan merupakan lembaga resmi yang menangani dan menyelesaikan berbagai masalah yang berhubungan dengan kesehatan masyarakatnya, salah satunya masalah AKB di Indonesia yang semakin meningkat. Untuk itu Departemen Kesehatan sedang membuat program untuk menurunkan AKB di Indonesia. Programnya yaitu dengan mendekatkan pelayanan atenatal care kepada masyarakat melalui program dokter keluarga dan melakukan deteksi dini terhadap ibu hamil berisiko tinggi, dengan cara pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemeriksaan bayi. Program Desa Siaga yang dicanangkan dua tahun lalu. Desa Siaga merupakan desa yang tanggap dan mampu menanggulangi berbagai masalah kesehatan. Dalam Desa Siaga tercakup program perencanaan persalinandan pencegahan komplikasi (P4K). P4K meliputi pendataan ibu hamil oleh kader maupun bidan desa. Setiap ibu hamil didata berikut tanggal perkiraan kelahiran, tempat dan pendamping kelahiran, persiapan sarana transportasi dan calon pendonor darah untuk mengantisipasi perdarahan. Selain itu, program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diyakini memiliki andil besar dalam penurunan AKI dan AKB. Dengan Jamkesmas, masyarakat miskin termasuk ibu hamil dan ibu melahirkan tidak takut lagi datang ke puskesmas maupun rumah sakit untuk mendapat layanan kesehatan. Sebenarnya ini sudah dilaksanakan di setiap daerah, namun masih saja AKB tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah telah menggunakan pendekatan kebudayaan dalam mengubah perilaku masyarakat. Program-program yang telah ada masih cenderung kaku dan hanya bersifat searah. Seharusnya program yang dilakukan menghasilkan feedback dari masyarakat berupa perubahan perilaku, sehingga dapat menurunkan AKB. D. Solusi Mengatasi Kenaikan AKB Masalah AKB di Indonesia adalah masalah bersama jadi solusi dalam mengatasinya menjadi tanggung jawab bersama. Program yang dirancang oleh Depkes, seperti yang telah kami uraikan di atas, telah lengkap. Namun sayang, dalam implementasinya tidak semua program itu bisa berjalan efektif. Seperti halnya program desa siaga, bila pemerintah melakukan interaksi dan hubungan yang baik dengan masyarakat, pemerintah mampu memahami pola perilaku masyarakat , mengetahui alasan mereka mengapa lebih cenderung memilih dukun beranak daripada rumah bersalin yang resmi, maka desa siaga yang terbentuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, bukan hanya hasil menerka sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat. Misalnya, dalam suatu survey didapat hasil bahwa AKB tinggi karena kebanyakan masyarakat pada daerah tersebut bersalin di dukun beranak. Maka sepatutnya pihak Depkes terjun ke lapangan untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya dengan memastikan keadaan di lokasi, melakukan beberapa pengamatan yang cermat, menemukan factor apa saja yang membuat masyarakat lebih cenderung suka bersalin di dukun beranak. Hingga diperoleh suatu hasil yang actual dan terpercaya, yaitu wawasan mereka tentang pelayanan kesehatan lah yang paling dominant pada daerah tersebut. Lalu Depkes membuat suatu program yang sesuai dengan kendala yang dialami oleh daerah tersebut yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pelayanan kesehatan dan peranannya dalam masyarakat, bukan malah mengadakan program pelayanan gratis dengan menggunakan Jamkesmas, ini akan sia-sia karena bukan fasilitas itu yang dibutuhkan, bagaimana akan sukses program tersebut jika masyarakatnya saja tidak tahu apa pelayanan kesehatan itu sendiri. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pola hidup bersih dan sehat dengan cara memeriksakan kehamilan mereka secara rutin, mengkonsumsi makanan bergizi, melakukan kunjungan neonatus, ASI eksklusif, imunisasi, dan memantau status gizi balita di Posyandu.Kemudian pemerintah dapat memberikan wawasan mengenai pola hidup bersih yang sehat melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga social. BAB III PENUTUP A.Kesimpulan  Dalam factor kebudayaan terdapat tujuh unsure yang berpengaruh terhadap kenaikan AKB, diantaranya : Ekonomi, Kepercayaan, Ilmu Pengetahuan, Tekhnologi, Organisasi sosial, Seni dan Bahasa. Namun ada salah satu unsure di atas yang tidak ada hubungannya dengan kasus AKB, yaitu unsure seni.  Unsur dari faktor kebudayaan yang paling berpengaruh dalam mengubah perilaku adalah kepercayaan, ilmu pengetahuan, ekonomi dan teknologi.  Program dari Depkes seperti Jamkesmas, desa siaga sudah bagus namun kurang efektif karena tidak melakukan pendekatan kebudayaan  Solusi dari permasalahn ini adalah sebaiknya pemerintah mampu memahami pola perilaku masyarakat sehingga program-program yang dicanangkan tepat sasaran dan tidak sia-sia  Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pola hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu pemerintah harus berusaha keras untuk merubah perilaku yang tidak bersih dan tidak sehat tersebut dengan cepat agar tidak mengakar terlalu lama. B.Daftar Pustaka http://www.bapeda-jabar.go.id/bapeda_design/docs/publikasi_data/20080409_140447.pdf http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=448&Itemid= http://mediaindonesia.com/data/pdf/pagi/2008-12/2008-12-16_32.pdf http://www.kompas.com

No comments: